Latar Belakang
Pembahasan mengenai penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia telah berlangsung selama beberapa tahun, didorong oleh kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat akibat konsumsi gula berlebih. Inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi prevalensi penyakit tidak menular seperti diabetes dan obesitas yang semakin meningkat akibat pola konsumsi yang tidak sehat.
Selama dua dekade terakhir, konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia melonjak drastis, dari sekitar 51 juta liter pada 1996 menjadi 780 juta liter pada 2014. Tren ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi MBDK tertinggi ketiga di Asia Tenggara pada tahun 2020. Peningkatan konsumsi ini turut berkontribusi terhadap melonjaknya prevalensi obesitas, yang dalam satu dekade terakhir naik dua kali lipat dari 10,3% (2007) menjadi 21,8% (2018), berdasarkan data Riskesdas.
Obesitas sendiri merupakan pintu masuk berbagai penyakit tidak menular (PTM) kronis seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, hingga beberapa jenis kanker. Tiga penyebab kematian tertinggi di Indonesia pada 2019 diantaranya stroke, penyakit jantung iskemik, dan diabetes yang berkaitan erat dengan kondisi ini.
Sebagai respons, pemerintah sempat menggulirkan wacana pengenaan cukai MBDK pada Februari 2020 melalui Kementerian Keuangan. Namun hingga saat ini, kebijakan ini belum juga diimplementasikan. Padahal, pembatasan konsumsi MBDK melalui mekanisme fiskal seperti cukai dapat menjadi langkah strategis dalam menekan angka obesitas dan beban PTM di Indonesia.
MBDK Memenuhi Kriteria Barang Kena Cukai
Selama tiga dekade terakhir, jenis Barang Kena Cukai (BKC) di Indonesia tidak mengalami penambahan, meskipun peraturan perundangannya telah direvisi beberapa kali, dimulai dari UU No. 11 Tahun 1995, kemudian UU No. 39 Tahun 2007, hingga UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Hingga saat ini, cukai hanya diterapkan pada tiga kelompok barang, yaitu produk tembakau, etil alkohol, dan minuman beralkohol.
Padahal, berdasarkan ketentuan yang ada, suatu barang dapat dikenai cukai apabila memiliki karakteristik tertentu: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya harus
diawasi, menimbulkan dampak buruk terhadap masyarakat atau lingkungan, serta penggunaannya memerlukan kontribusi fiskal demi keadilan sosial.
Minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dapat dikategorikan sebagai barang yang memenuhi beberapa kriteria tersebut. Konsumsi MBDK yang tinggi berkontribusi pada berbagai masalah kesehatan masyarakat, terutama pada kelompok berpenghasilan rendah, serta membebani pembiayaan pelayanan kesehatan negara. Pengenaan cukai terhadap MBDK dapat menjadi langkah strategis untuk menekan konsumsi berlebihan dan menciptakan sistem perlindungan sosial yang lebih berkeadilan.
Peran Pemerintah dan Dukungan Masyarakat Sipil
Tahun 2020 menjadi momentum krusial dalam menegaskan urgensi penerapan kebijakan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), terutama setelah pandemi COVID-19 mengungkap kerentanan masyarakat terhadap penyakit tidak menular yang berkaitan dengan pola konsumsi tidak sehat. Menanggapi hal ini, pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan memperkuat komitmennya untuk mengkaji implementasi cukai MBDK, tidak hanya sebagai instrumen peningkatan pendapatan negara, tetapi lebih penting lagi sebagai strategi pengendalian konsumsi gula berlebih dan promosi gaya hidup sehat. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam melindungi hak masyarakat atas kesehatan yang optimal, sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Penerapan cukai MBDK diharapkan dapat menurunkan prevalensi penyakit terkait konsumsi gula berlebih, memperkuat sistem kesehatan nasional, dan meningkatkan keadilan sosial, terutama bagi kelompok rentan yang paling terdampak oleh beban penyakit tersebut.
Inisiatif pemerintah ini mendapat dukungan signifikan dari berbagai elemen masyarakat sipil. Forum Warga Kota Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Pangan Sehat Indonesia secara aktif mendorong percepatan implementasi cukai MBDK. Ketua Forum Warga Kota Indonesia, Ari Subagyo Wibowo, menyatakan, “Penerapan cukai ini merupakan langkah konkret pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya anak-anak yang nantinya akan menjadi generasi emas Indonesia. Dukungan ini mempertegas bahwa kebijakan cukai MBDK bukan hanya relevan secara regulatif, tetapi juga mendesak sebagai langkah preventif dalam melindungi kesehatan publik. Pemerintah memiliki peluang strategis untuk menunjukkan keberpihakan pada kesehatan masyarakat melalui regulasi yang berani dan berpihak pada kepentingan jangka panjang rakyat.
Perkembangan dan Tantangan Terkini
Hingga tahun 2024, pemerintah Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam penyusunan regulasi cukai MBDK. Beberapa perkembangan utama meliputi:
- Usulan Tarif Cukai: Pemerintah mengusulkan tarif cukai berdasarkan kadar gula per liter, sejalan dengan standar internasional.
- Resistensi dari Industri: Produsen minuman masih menolak kebijakan ini dengan alasan potensi hilangnya lapangan kerja serta dampak negatif terhadap ekonomi sektor minuman dan makanan.
- Kesadaran Publik dan Advokasi: Organisasi kesehatan dan kelompok advokasi konsumen, termasuk FAKTA Indonesia, terus mengkampanyekan pentingnya penerapan cukai ini dengan menekankan manfaat jangka panjang bagi kesehatan masyarakat.
Prospek dan Tantangan ke Depan
Implementasi cukai MBDK di Indonesia masih memerlukan pembahasan lebih lanjut sebelum dapat diberlakukan secara penuh. Keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada komitmen pemerintah, dukungan masyarakat, serta kesiapan industri untuk beradaptasi dengan alternatif yang lebih sehat. Sebagai advokat yang peduli pada kerja advokasi kesehatan yang berdasarkan hak asasi manusia, kita harus terus mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada kesejahteraan rakyat dibandingkan dengan kepentingan komersial. Melalui keterlibatan aktif dalam advokasi, riset, dan edukasi publik, berbagai pihak dapat memastikan bahwa kebijakan cukai ini benar-benar berkontribusi dalam menekan konsumsi gula berlebih, meningkatkan kesehatan masyarakat, serta menciptakan masa depan yang lebih sehat bagi Indonesia.
Muttya Nuraini
15 Mei 2025