Menertibkan Truk Obesitas, Over Dimensi Over Loading (ODOL).
Baru-baru ini, pada tanggal 7 Mei 2025 lalu terjadi kembali kecelakaan lalau lintas satu truk obesitas bermuatan pasir, menabrak satu angkutan kota dan satu rumah di daerah Purworejo, Jawa Tengah. Kecelakaan truk obesitas, kelebihan muatan dan bodinya sudah bangun ulang atau dimodifikasi menjadi lebih besar atau truk Over Dimensi Over Loading (ODOL) masih terus menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas. Penyebab ke kecelakaan adalah alami kegagalan rem yang mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan 6 orang luka. Terus terjadi kecelakaan yang disebabkan oleh truk ODOL
Suatu hari saya ditanya oleh seorang kawan polisi tentang penegakan ODOL. “Semestinya bagaimana sebaiknya penindakan terhadap ODOL biar lebih efektif menegakan hukum”, tanya kawan polisi pada saya. “ODOL atau Over Dimensi Over Loading ( ODOL) atau truk yang bermuatan lebih atau over loading dan truk obesitas karena dimodifikasi secara ilegal atau over dimensi ada dua persoalan hukum yang berbeda. Pendekatan penindakannya berbeda satu sama lain”, jelas saya pada kawan polisi.
Truk over dimensi atau obesitas karena dimodifikasi secara ilegal merupakan pelanggaran berupa merubah bentuk kendaraan dengan melawan hukum. Pelanggaran modifikasi itu diatur sesuai dengan ketentuan pasal 277 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 277 menyatakan bahwa setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Penindakan atas truk over dimensi atau obesitas ini adalah pemeriksaan berikutnya setelah penindakan terhadap truk tersebut kelebihan muatan. Biasanya dalam fakta lapangan yang terlihat adalah truk yang membawa muatan berlebihan atau over loading. Kondisi kelebihan muatan bisa jadi dikarenakan body truk sudah dilakukan perubahan atau modifikasi secara ilegal. Jadi selanjutnya setelah penindakan atau tilang atas muatan berlebih dilanjutkan pemeriksaannya terhadap kondisi body atau badan truknya. Alasan pengusaha atau operator truk di modifikasi atau dibuat obesitas untuk bisa membawa muatan berlebihan untuk mendapatkan keuntungan lebih atas biaya barang yang diangkutnya.
Truk over loading atau bermuatan lebih diatur dalam Pasal 307 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Penindakan sebagai kendaraan yang bermuatan lebih atau over loading adalah melanggar ketentuan mengenai tata cara pemuatan kendaraan secara berlebihan. Jika truk kelebihan muatan akan membahayakan pengguna jalan raya lain yang berada di sekitarnya. Muatan yang berlebihan maka akan mengganggu kelaikan kendaraan dan rawan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Truk yang asalnya pabriknya hanya untuk muatan seberat dua ton, truk dimodifikasi membuat muatannya bisa menjadi enam ton. Bayaran sewa seharusnya dua ton, atas perbuatan jahatnya si operator dapat uang muatan seberat enam ton. Tetapi kondisi kendaraan truknya sudah tidak laik jalan lagi dan berbahaya karena modifikasinya dilakukan sembarangan melebihi standar pabriknya.
Jenis pelanggaran bermuatan lebih masuk dalam kategori pelanggaran lalu lintas dapat langsung ditindak dengan sanksi tilang. UU LLAJ dalam pasal 169 yang mengatur bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Angkutan Umum Barang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Jadi setelah ditilang karena bermuatan lebih maka dilanjutkan pada kejahatan melakukan modifikasi kendaraan menjadi over dimensi secara ilegal. Kejahatan memodifikasi ini peraturan over dimensi bisa dijerat dengan Pasal 277 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Ancaman hukumannya yakni pidana kurungan 1 tahun dan denda Rp 24 juta. Atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 277 UU LLAJ harus dilanjutkan penindakan pada pemilik atau pengusaha truknya dan siapa pembuat atau karoseri yang melakukan modifikasi kendaraan atau truknya. Berarti selama ini jika ada kecelakaan yang penyebab utamanya karena tabrakan oleh truk ODOL tidak bisa hanya sopirnya saja yang dihukum. Polisi harus mengembangkannya pada penindakan melanggar hukum UU LLAJ dan bisa juga dengan KUHPidana bagi karoseri atau pembuatannya. Kepada si pemilik atau operatornya bisa ditambah tindakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha pengusaha truknya.
Sebagai upaya pencegahan maka polisi jika di jalan raya mendapatkan truk bermuatan lebih dan obesitas maka bisa langsung bertindak menegakkan hukum agar tidak terjadi kecelakaan dan membahayakan pengendara lainnya. jika polisi mendapatkan pelanggaran truk obesitas harus memberikan rekomendasi kepada aparat lainnya untuk menghukum perusahaan atau pelaku karoseri yang membuat itu agar dicabut izinnya. Sehingga selain pelaku di hukum kurungan 1 tahun dan denda Rp 24 juta kami sepakat agar bisa menyarankan izinnya perusahaan pelaku modifikasi truk obesitas itu dicabut. Membaca aturan hukum penindakan hukum terhadap pelanggaran hukum dan kecelakaan lalu lintas oleh ODOL maka jangan hanya sopir truknya yang dihukum. Sudah ada ratusan kecelakaan lalu lintas akibat ODOL tapi tidak ada satu pun pembuat atau karoseri truk ODOL yang dihukum. Sudah ada ratusan korban jiwa akibat kecelakaan truk ODOL tetapi belum ada satu pun pengusaha truk yang dihukum dan dicabut izin usahanya. Mengapa demikian?
Jakarta, 8 Mei 2025
Dr. Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi, MH.
Advokat di Jakarta.
Analis Kebijakan Transportasi.