Mengapa Ada Masyarakat Yang Senang Kantor Polisi Dibakar Massa?

Ada viral sebuah video di Tiktok, seorang perempuan muda bercerita tentang pengalamannya 4 tahun kasus hukum yang dilaporkannya dipermainkan oleh seorang polisi di Polres Jakarta Timur bernama Aipda Farid Makruf. “Guys ini tempat saya empat tahun mencari keadilan. Empat tahun saya air mata saya menangis mengemis keadilan. Saya terus berdoa untuk kasus saya. Terus saya berdoa pada Allah untuk kasus saya”, cerita si perempuan korban sambil menunjuk kantor polres Jakarta Timur yang habis dibakar masa aksi Pembubaran DPR RI dalam video rekamannya sendiri. Video itu direkam kantor Polres Jakarta Timur yang habis dibakar massa aksi pada Jumat tengah malam 29 Agustus 2025. Dalam rekaman video itu si perempuan mengungkapkan rasa senangnya Polres Jakarta Timur habis dibakar. Si Perempuan yang menjadi korban itu bercerita bahwa dia sudah habis banyak uang diperas oleh si polisi tetapi kasusnya tidak beres juga. “Saya habis uang, menangis dan mencari keadilan selama empat tahun di kantor polisi ini”, si Perempuan bercerita dalam video. Saat si Perempuan merekam videonya, si polisi, Aipda Farid Makruf lewat dan dipanggil, ditanyakan bagaimana kasusnya? Si polisi menjawab bahwa kasusnya ada di wakasat. Dalam video itu terekam di polisi tidak bisa mengelak tuduhan sering meminta uang kepada si Perempuan untuk mengurus laporan kasusnya.

Ada yang lain yakni seorang kawan saya juga senang dengan pembakaran kantor polisi Polres Jakarta Timur. Kawan saya, seorang perempuan alami kekerasan hingga ancaman senjata tajam oleh dua orang pria. Kawan saya itu melaporkan kejadian kekerasan itu setelah kejadian langsung pada 17 Oktober 2023 ke Polres Jakarta Timur. Saat itu Polres Jakarta Timur membuat laporan dengan nomor: LP/B/3007/X/2023/SPKT/POLRES METRO JAKTIM/POLDA METRO JAYA, tanggal 17 Oktober 2023. Laporan itu dikirim ke Polsek Matraman, Jakarta Timur dan pemeriksaan dilakukan oleh tim polisi Polsek Matraman. Kantor Polsek Matraman ini pun ikut dibakar massa aksi pada hari Jumat malam 29 Agustus 2025. Hingga kini kasus tidak ada perkembangan dan polisi malas menanganinya dengan profesional. Waktu penanganan yang lama itu berakibat si pelaku merubah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) untuk mengaburkan kejadian untuk memanipulasi – menggagalkan laporan. Anehnya si polisi penyidik mau saja menuruti permintaan perubahan BAP yang diminta si pelaku atau terlapor?Akibat polisi penyidik tidak profesional maka korban akan menjadi korban kembali. Kok bisa ada korban dan laporan, bisa tidak ada kasus dan tersangkanya?Jadi ini baru dua kasus laporan pidana yang disia-siakan aparat kepolisian di Polres Jakarta Timur. Bahkan salah satunya, korban sudah dimintai duit selama empat tahun kasus belum juga jelas penanganannya. Apabila pihak polres mau membuka pos pengaduan korban kasus yang tidak ditangani di Polres Jakarta Timur bisa jadi akan banyak masyarakat yang melapor.

Seperti pepatah mengatakan, “sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Pepatah ini mau mengatakan sudah jatuh jadi korban lagi. Ada juga perumpamaan mengatakan bahwa jika kita jadi korban kehilangan kambing, jika melaporkan ke polisi maka akan kehilangan kerbau. Pepatah dan perumpamaan itu mau mengatakan betapa kejamnya polisi di Indonesia. Masyarakat jika menjadi korban akan jadi korban lagi dan bahkan kerugiannya menjadi lebih besar lagi jika melaporkan kasusnya ke polisi. Saya pun sebagai advokat sering alami sikap polisi mempersulit pelaporan klien yang menjadi korban kekerasan seksual pada tahun 2024-20258. Pernah klien saya, seorang anak berusia 6 tahun menjadi korban kekerasan seksual dipersulit laporannya di Polres Jakarta Pusat. Bayangkan saja urusan visum baru dibuka setelah sembilan bulan. Pembukaan hasil visum dan penetapan tersangka baru terjadi setelah saya menulis di sosial media pengalaman mendampingi anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Tulisan saya itu dibaca oleh seorang Jenderal Polisi, lalu mengecek ke Polres Jakarta Pusat. Langsung saja kami dipanggil polisi penyidik dan kasus lansung dibereskan dengan cepat. Coba kalo saya tidak mengungkap dalam sebuah tulisan maka kasus tersebut akan hilang dimakan waktu.

Ya memang begitulah faktanya. Banyak masyarakat yang senang dengan adanya beberapa kantor polisi yang dibakar massa karena peristiwa seorang pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan (21 tahun) tewas dilindas mobil kendaraan teknis (Rantis) Brimob saat aksi massa menuntut Pembubaran DPR RI ke DPR di daerah Pejompongan Jakarta Pusat. Kejadian inilah yang menyulut aksi massa berkonsentrasi berbalik ke isu menyerang polisi dengan isu “polisi pembunuh”. Massa aksi terus berkonsentrasi menekan hingga membakar kantor polisi untuk menyelesaikan tuntas kasus kematian Affan Kurniawan. Mungkin massa aksi berpikir bahwa jika melaporkan ke polisi bisa jadi si pelaku akan dilindungi dan bahkan dibela oleh korpsnya. Kasus ditutup dan bahkan beberapa tahun kemudian tiba-tiba akan mendapatkan penghargaan dan jabatan publik.

Bisa jadi, pilihan merangsek dan membakar kantor polisi jadi alat agar menekan polisi dan pemerintah agar bersikap tegas menghukum si pelaku yang melindas Affan Kurniawan hingga tewas. Akhirnya memang akhirnya kepolisian mengakui kejadian dan menyatakan si pelaku bersalah dan akan segera digelar proses persidangan kasus Affan Kurniawan tewas dilindas mobil Rantis Brimob. Coba jika masyarakat mengikuti proses kedua korban yang melapor ke polisi di Polres Jakarta Timur? Bisa jadi kasus kematian Affan Kurniawan hanya tinggal cerita yang akan mudah ditutup. Tetapi tekanan kuat massa aksi masyarakat membuat pemerintah dan polisi ketakutan juga.Selain itu sikap dan tindakan massa aksi ini menjadi pelajaran kepada polisi agar tidak lagi bertindak tidak manusiawi. Bahkan banyak video viral, polisi saat menangani aksi massa menuntut pembubaran DPR RI menyiksa masyarakat yang tertangkap saat aksi bahkan hingga luka parah bahkan bisa sampai meninggal dunia. Perlawanan masyarakat hingga membakar kantor polisi semoga menjadi pelajaran yang harus menyadarkan polisi berhati-hati serta bekerja secara profesional. Polisi itu tidak boleh memeras, mempersulit, menyiksa apalagi membunuh masyarakat. Polisi itu harus melindungi dan melayani masyarakat dengan sebenarnya. Semoga.

Jakarta, 1 September 2025.
Dr. Azas Tigor Nainggolan, SH, MSi, MH.
Advokat di Jakarta.

Link Video Full https://vt.tiktok.com/ZSAqXTuRR